"Sangat jelas, sikap promotor yang membatalkan konser adalah buah dari tekanan dan ancaman," kata Hendardi melalui keterangan pers di Jakarta, Minggu (27/05/2012).
Hendardi mengatakan Polri sebagai lembaga pelayanan tidak menjamin keamanan konser sehingga promotor tidak mau mengambil risiko.
Pengamat hukum itu, menambahkan pembatalan konser Lady Gaga menggambarkan pihak otoritas negara tidak berdaulat dan lemah di hadapan kelompok pengusung aspirasi politik intoleran.
Padahal, menurut Hendardi, Polri sebagai otoritas negara harus menjamin kebebasan berekspresi dan keamanan sesuai konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut, Hendardi menduga 'tarik ulur' soal perizinan konser penyanyi asal Amerika Serikat itu, sudah menjadi komoditas kepentingan politik pihak tertentu.
Lain halnya, Koordinator Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane mendesak pihak Polri segera menerbitkan surat penolakan konser Lady Gaga yang akan berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (3/6).
"Agar tidak muncul polemik berkepanjangan yang menguras energi dan banyak merugikan bangsa," kata Neta.
Neta menyebutkan tiga alasan penolakan konser Lady Gaga, yakni Indonesia memiliki Undang-Undang Pornografi, rencana konser Lady Gaga sudah menimbulkan polemik yang berpotensi mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat dan kasus Lady Gaga sudah dipolitisasi untuk menyerang Polri.
Sebelumnya, pihak promotor konser Lady Gaga, Big Daddy Entertainment melalui pengacara Minola Sebayang mengumumkan pembatalan konser penyanyi berjulukan Mother Monster itu, karena alasan keamanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar